Selasa, 20 Januari 2009

PELATIHAN SOCIAL MARKETING

Dalam pelatihan tiga hari yang dilaksanakan di Puncak, para peserta
memperoleh materi dari dua orang fasilitator, berbagi pengalaman dari sesama
organisasi nirlaba dalam melaksanakan social marketing dan selebihnya praktik
dalam kelompok. Fasilitator yang memberikan materi pelatihan dan berbagi
pengalaman penerapan social marketing adalah Dr. Linda D. Ibrahim, Esrom
Aritonang dan rekan dari LSM Telapak.
Di akhir pelatihan diharapkan para peserta dapat menyusun kerangka
program strategi social marketing dalam kelompok, yang nantinya dapat dijadikan
semacam “oleh-oleh” untuk dibawa pulang ke organisasi masing-masing.
Riset, tulang punggung social marketing
Dalam social marketing, riset merupakan tulang punggung untuk menentukan
isu, rencana strategis yang terintegrasi dan kelompok sasaran. Biasanya
pengumpulan data adalah langkah awal sebuah organisasi, sebelum menyusun
rencana dan strategi kerja. Dari data awal itu akan muncul berbagai macam isu yang
beradar di masyarakat. isu. Dengan mengolahnya data tersebut akan terbagai dan
terstruktur sesuai dengan kebutuhan organisasi. Pemahaman isu utama dan aktor
yang terlibat, akan mendeskripsikan peta sosial komunitas yang dituju, sehingga lebih
mudah untuk dikelola, dinegosiasikan, bersama aktor kunci yang akan mendukung
maupun menghambat program tersebut. Jika situasi sosial telah dapat dikuasai atau
dipetakan dengan baik, maka strategi yang efektif akan menjadi kunci keberhasilan
suatu kerja.
Salah satu faktor penunjang lain dan ini merupakan salah satu kelebihan dari
LSM atau organisasi nirlaba adalah mereka sebagai pelaku dan praktisi. Di dalam
kerjanya LSM selalu berhubungan dengan masyarakat, dimana ide tentang isu
berada, berkembang dan diperoleh. Bagi LSM, sekolah sesungguhnya adalah ketika
berada dia berada dan menjadi bagian dari sebuah masyarakat. Apa yang diperoleh
oleh organisasi nir laba itu di lapangan tidak ada sekolahnya. Nah, itulah yang
kemudian dinamakan sensitivitas sosial. Keterampilan tersebut tidak dapat dipelajari,
tapi bisa dilatih dengan membiasakan diri melihat dan terlibat dalam persoalan yang
ada di masyarakat.
Dalam social marketing, riset merupakan tulang punggung untuk menentukan
isu, rencana strategi yang terintegrasi dan kelompok sasaran. Di dalam riset kita akan
Social Marketing
© PPF 2006 21
tahu dan mengerti isu apa yang yang ada dan siapa saja yang terlibat serta sejauh
mana jaringan yang dimiliki.
Langkah berikutnya yang harus dilakukan adalah bagaimana
mengkomunikasikan gagasan dan ide tersebut, sehingga dapat dioperasionalkan.
Dalam arti lain organisasi kemudian mampu mengkoordinasikan kegiatan dan
mengakses sumberdaya dalam mengimplementasikan gagasan. Dalam hal ini
komunikator yang membawa gagasan dan ide tersebut dipilih dan ditentukan
berdasarkan kebutuhan dan hasil analisa yang sudah dilakukan sebelumnya.
Dengan bahan dan hasil riset yang sudah diperoleh proses komunikasi dapat
dilakukan pada ruang dan tempat yang tepat. Tepat dan tidaknya komunikasi sosial
yang dilakukan dapat dilihat dari respon penerima pesan. Artinya komunikasi dapat
dikatakan berhasil baik jika tumbuh reaksi penerimaan dan kepercayaan dari
kelompok atau aktor yang dituju.
Secara umum kegagalan organisasi nirlaba dalam mengkomunikasikan
program disebabkan kurangnya penguasaan lapangan, kurang maksimalnya
pemanfaatan jaringan, kurangnya pengelolaan isu, identitas sosial serta perencanaan
yang tidak matang. Kembali dalam hal ini riset sangat menentukan. Hanya dengan
riset kemungkinan-kemungkinan melakukan kesalahan dalam implementasi di
lapangan dapat diminimalisir.
Satu lagi kesalahan dan kemudian menjadi kelemahan LSM atau organisasi
nirlaba dalam melakukan social marketing adalah, memposisikan pemerintah sebagai
lawan atau musuh. “Kalau kita membaca buku Kastorius Sinaga, sosiolog, ada tahap
di mana LSM bertujuan untuk melakukan pemberdayaan ekonomi dan sosial
masyarakat. Namun program itu ibarat pedang bermata dua. LSM tidak dapat
menghindar dari pendidikan politik. Akibat dari pendidikan politik, masyarakat menjadi
aware pada pemerintah. Harusnya dalam hal ini pemerintah menjadi mitra,“ demikian
jelas Linda. Memang benar, kalau begitu organisasi dulu yang harus diubah,
sebelum mengubah masyarakat.
Siklus pelaksanaan strategi social marketing
Aktualisasi dari gagasan di atas adalah sebuah rencana dan strategi untuk
menyusun langkah-langkah konkrit dalam social marketing. Secara teori, social
marketing merupakan sebuah siklus, dimana proses dan tahapannya saling
berkaitan, dan dalam setiap penyusunan rencana baru, akan selalu dimulai dari
langkah dan tahap yang sama. Dan strategi marketing merupakan langkah praksis
setelah proses pencarian dan pemetaan isu yang akan digunakan sebagai alat untuk
social marketing ditemukan. Proses siklus ini sendiri terbagi dalam empat tahap.
Social Marketing
© PPF 2006 22
Pertama perencanaan, kedua pengembangan dan uji coba, ketiga tahap
implementasi dan yang keempat adalah proses evaluasi.
Secara sistematis masing-masing tahap dalam siklus ini akan saling
mengoreksi. Evaluasi akan selalu mengacu pada perencanaan, dan akan diuji coba
lalu dikembangkan. Ketidaksesuaian hasil dari tiap tahap, seperti yang sudah
direncanakan, akan berdampak pada tahap dan proses selanjutnya. Karena semua
saling berhubungan, maka proses penentuan dan perumusannya dilakukan dalam
waktu dan diletakkan dalam bingkai yang sama, yaitu tujuan awal dari social
marketing seperti yang terdapat dalam rencana strategis yang sudah disepakati
sebelumnya.
Dalam perencanaan proyek social marketing, ada beberapa langkah yang
harus dilakukan, pertama, menilai isu atau masalah dan mengidentifikasi komponen
solusi, kedua, merumuskan tujuan komunikasi, setelah itu menetapkan dan
mempelajari audiens yang dituju, kemudian menentukan saluran kegiatan yang cocok
untuk sasaran.
Pada tahap berikutnya yang juga penting dilihat adalah jaringan atau mitra
yang dianggap potensial untuk pengembangan rencana kerja, baru setelah itu dbuat
strategi komunikasi untuk audiens yang dituju. Dari situ akan ditemukan dan diperoleh
berbagai macam alternatif metode, alat dan ruang untuk membangun sebuah
program sosialisasi dan komunikasi untuk social marketing.
Semua langkah di atas merupakan satu kesatuan dalam konteks perencanaan
dan pengembangan strategi social marketing. Jadi, jika dalam perjalannya terjadi
perubahan metode ataupun alat yang akan digunakan, tetap tidak lepas dari konteks
awal, kenapa social marketing perlu dan dibutuhkan untuk sosialsisasi ide atau
gagasan organisasi. Bahkan tidak menutup kemungkinan, dalam tahapan tersebut
terjadi penambahan dan pembukaan saluran dan bentuk sosialisasi dari sebuah
social marketing. Contohnya, jika pada awalnya kita memilih generasi muda, yang
bekerja di sektor bisnis, sebagai sasaran komunikasi dan sosialiasi gagasan dan ide,
tidak menutup kemungkinan akan berkembang kepada sektor dan kelompok lain
yang lebih luas, tetapi tetap tidak mengubah isu utama.
Perubahan atas pilihan alat, metode dan sasaran, kembali berdasarkan riset.
Bisa saja akibat perkembangan sosial, politik dan ekonomi, hasil riset pertama tidak
berlaku lagi atau perlu diperbaharui. Perubahan atas pilihan tidak bisa dilakukan
hanya berdasarkan suka atau tidak suka, tapi harus melalui metode dan alasan yang
masuk akal dan ilmiah.
Social Marketing
© PPF 2006 23
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat rencana dan
pengembangan strategi social marketing, seperti kemampuan yang dimiliki, saluran
atau media yang digunakan sesuai dengan target atau sasaran yang akan dituju.
Dalam training ini, peserta dituntut untuk membuat perencanaan dengan
berkelompok. Pada tahap awal beberapa kelemahan mulai muncul. Misalnya,
kebingungan merumuskan sebuah isu ke dalam perencanaan. Yang terjadi kemudian
adalah saling berbagi pengalaman satau sama lain. Rata-rata pengalaman yang
dialami hampir sama, yaitu ketika masuk dalam perencanaan sosialisasi gagasan,
tugas tersebut serahkan pada satu orang, yang bertanggungjawab di bidang
kampanye dan sosialisasi. Artinya selama ini para peserta membuat konsep dan
mengembangkannya, tanpa melalui proses yang menjadi standar dalam membuat
kerangka kerja social marketing.
Contoh kasus yang menarik dari kemajuan itu ada pada kelompok yang diberi
tugas membahas masalah lingkungan. Dari proses perencanaan, mereka sudah
berhasil menemukan isu utama dari social marketing yang akan dilakukan.
Perkembangan selanjutnya adalah keberhasilan dalam mengidentifikasi dan
memetakan masalah. Kelompok tersebut bisa mengetahui aktor yang terlibat,
jaringan yang dimiliki, dan persoalan pokok yang menjadi isu sentral dari social
marketing yang akan mereka lakukan.
. Ada beberapa unsur pokok yang harus dimiliki kelompok tersebut. Pertama
data. Akurasi data beserta dengan pemetaan secara geografis, demografis aktor dan
faktor yang terlibat serta jaringan yang masuk di dalamnya, merupakan sumber
utama dari bahan sebuah analisa. Seandainya data yang masuk tidak akurat, maka
analisa dan kesimpulan isu utama dari social marketing juga akan keliru dan tidak
tepat sasaran.
Faktor pendukung lainnya adalah kerjasama. Para peserta mengakui selama
ini mereka mengerjakan social marketing, selalu dengan mendadak atau
mendelegasikannya pada satu orang. Kerjasama selalu akan membuka wawasan
dan cara pandang baru dalam melihat dan menyelesaikan persoalan social
marketing.
Tapi kemajuan yang diperoleh oleh para peserta masih belum sampai pada
tujuan akhir. Maksudnya, para peserta belum sampai pada penajaman langkah dan
pilihan alat yang tepat. Terjemahan atas pilihan alat sosialisasi tidak mutlak tunggal.
Bukan tidak mungkin hasil riset memberikan beberapa alat yanga dapat digunakan
sekaligus. Misalnya memakai media cetak dan visual pada waktu yanga bersamaan.
Sebagai contoh dari kelompok peserta yang bertugas untuk membuat rencana
”Fund Raising”, kelompok ini langsung pada kesimpulan membuat booklet untuk para
Social Marketing
© PPF 2006 24
eksekutif. Ketika secara bersama-sama dilakukan evaluasi, maka ditemukan media
lain yang dapat menunjang booklet tersebut, seperti bazar dan kegiatan amal, dimana
para donatur juga diuntungkan.
Tambahan lain yang perlu disadari peserta adalah, pemahaman atas latar
belakang budaya dari suatu kelompok target social marketing. Suatu strategi social
marketing, tidak bisa sama pola dan metode komunikasinya, banyak faktor yang
membedakan satu daerah dengan daerah lainnya, yang paling besar adalah
perbedaan budaya. Kembali disini riset sangat penting Hal itu jugalah kemudian yang
menjadi kendala kelompok lingkungan dalam menentukan media yang akan
digunakan untuk menyampaikan tujuan mereka, ketika mereka tidak mempunyai data
riset tentang latar belakang sosial sebuah perkampungan nelayan.
Setelah semua proses selesai, strategi social markeing yang sudah
dilaksanakan harus dievaluasi. Semua langkah, waktu, sumberdaya dan biaya yang
sudah dikeluarkan kembali dibongkar untuk disesuaikan dengan perencanaan awal.
Dalam proses evaluasi, bahan dasarnya adalah apa yang sudah direncanakan dan
disepakati, ketika program social marketing akan dimulai. Bukan tidak mungkin dalam
dalam implementasi, langkah dan alat yang pada awalnya akan digunakan menjadi
tidak efektif, sehingga para petugas dilapangan terpaksa melakukan improvisasi.
Kesalahan pada tingkat perencanaan bisa terjadi, jika data yang digunakan sebagai
bahan sudah usang atau tidak up to date lagi. Faktor lain adalah telah terjadi suatu
peristiwa yang memaksa masyarakat untuk berubah secara cepat. Untuk
mengantisipasi, biasanya dalam perencanaan sudah disiapkan beberapa alternatif.
Dari hasil evaluasi sebuah keputusan dapat diambil, apakah program social
marketing yang sudah dilakukan dapat diteruskan atau tidak. Dan bahan evaluasi ini
pula yang nanti akan menjadi bahan baku baru untuk membuat perencanaan
selanjutnya.
3. Proses Pembuatan Sebuah Media atau Alat Kampanye
A. Media Visual
Ridzky R. Sigit, Yayasan Telapak, memberikan sebuah contoh konkrit dari
ketepatan memilih alat social marketing. Diawali dengan isu dan informasi dari
masyarakat, bahwa ada illegal lodging di Papua yang juga melibatkan negara lain.
Informasi yang diperoleh tersebut dilanjutkan dengan menyusun rencana konfirmasi.
Karena lokasi yang jauh dan ongkos yang mahal, maka rencana konformasi lapangan
Social Marketing
© PPF 2006 25
tersebut diperluas. Asumsinya, jika informasi tersebut benar adanya, maka akan
diteruskan dengan dokumentasi dan riset lebih lanjut di lapangan.
Untuk konteks illegal lodging ini, data dan informasi visual inti dari kerja
lapangan. Sebab, kalau dokumentasi hanya dalam bentuk photo atau angka-angka
atau lembaran kertas, info tersebut tidak akan “bunyi”. Artinya kalau data dan
informasi hanya dalam bentuk lembaran kertas ‘mati’ info tersebut tidak akan
menjelaskan sebuah aktivitas dan tindakan yang aktual dari illegal lodging. Karena
foto atau informasi dalam bentuk kertas tersebut, akan sulit menyakinkan pihak lain,
bahwa yang terjadi adalah illegal logging.
Dengan gambar visual, proses perjalanan pendokumentasian itu dapat di lihat
prosesnya. Artinya mulai dari awal perjalanan sampai pada lokasi penebangan liar
tersebut, pihak lain akan diajak serta melihat prosesnya. Dengan begitu nilai akuasi
dan ketepatan informasi tidak lagi diragukan.
Dengan gambar visual itulah kemudian Telapak menyebarkan informasi ke
masyarakat dan pihak-pihak yang menjadi sasaran target kampanye. Hasilnya
ternyata sangat berbeda luar biasa. Mulai dari pemerintah, LSM dan pers asing,
merespons hasil temuan Yayasan Telapak, tanpa meragukan informasi tersebut.
Dari gambaran di atas pelajaran penting yang dapat diambil adalah, pemilihan
alat dan media sosialisasi gagasan menjadi sangat prinsip dalam menentukan
keberhasilan sebuah strategi social marketing.
Dalam hal ini, kembali Ridzky menekankan penting riset dalam sebuah social
marketing. “Tanpa dukungan data yang kuat dan akurat, kampanye dan komunikasi
yang kita lakukan, akan mudah dipatahkan oleh kelompok yang menjadi musuh kita,”
ujar Ridzky. Selain itu dukungan jaringan dan back up dari organisasi merupakan
salah satu bentuk pertahanan dan senjata yang sangat berguna dan membantu,
contohnya, organisasi yang bergerak dibidang hukum, informasi, advokasi dan lainlain.
Telapak adalah salah satu contoh sukses LSM dalam menyusun dan
mengaplikasikan social marketing. Namun tidak sedikit LSM yang mengalami
kegagalan dalam mengkampanyekan dan mensosialisasikan gagasannya.
B. Media Cetak
Dalam proses pembuatan sebuah media atau alat komunikasi kampanye,
unsur paling penting adalah sebuah rencana dan strategi yang matang. “Dari
pengalaman kami, faktor penghambat dan menjadi masalah besar dalam penyusunan
rencana pembuatan media,” jelas Wahyu Sugianto, komikus Paragraf. Tidak jarang
sebuah organisasi yang berniat mencetak, tidak menyiapkan rencana dan isu apa
Social Marketing
© PPF 2006 26
yang akan mereka angkat. Seharusnya, sebelum rencana order cetak dilakukan,
segala sesuatu yang berhubungan dengan rencana kampanye sudah dirumuskan
dan siap untuk disosialisasikan.
Konsekuensi dari ketidaksiapan itu adalah, waktu yang untuk pelaksanaan
akan lebih panjang, biaya akan semakin besar serta akan melelahkan. Kesiapan
rencana membuat media kampanye bisa dilihat ketika organisasi itu bisa memberikan
angka-angka seperti jumlah yang dibutuhkan, jenisnya apa saja.
Untuk menjembatani maslah tersebut, alangkah baiknya pihak pengorder
(organisasi) mengajak pihak yang akan menerima order untuk turut serta dalam
penyusunan rencana strategi media. Keuntungan lain dari keikutsertaan pihak
pencetak, adalah kalkulasi biaya dapat segera diperkirakan, waktu yang dibutuhkan.
Persoalan lain yang dapat dipecahkan dengan keterlibatan masalah
percetakan, karena tidak semua design grafis punya percetakan sendiri, mereka akan
menyerahkan hasil layout mereka kepada percetakan. Masalahnya adalah, pada
waktu tertentu percetakan akan kebanjiran order, untuk itu perlu koordinasi dan
pengetahuan siklus cetak mencetak.
“Biasanya, mulai pertengahan tahun, percetakan akan mengerjakan buku
proyek,” kata Wahyu. Pada kondisi itu, untuk order dalam besar diluar order tahunan
mereka, tidak akan dilayani. Cara terbaik mengatasi persoalan teknis tersebut adalah
diadakannya workshop yang melibatkan semua pihak yang akan terlibat dalam
penyusunan rencana strategi kampanye.
Pilihan atas bentuk media kampanye selama ini sangat tergantung pada
selera dan anggaran yang ada. Belum ada survei sebelumnya, untuk media cetak,
jenis seperti apa yang efektif untuk sebuah isu kampanye. “Sebenarnya, usaha untuk
survei tersebut, terus terang, belum pernah ada. Tapi bukan berarti tidak dilakukan.
Harusnya masing-masing organisasi mempunyai data dan dokumentasi hasil kerja
mereka selama ini, yang kemudian bisa digunakan sebagai dasar pemilihan bentuk
media kampanye.

Tidak ada komentar: