Selasa, 17 Februari 2009

Manajemen Konflik - "Kontrak Psikologis, Pelajaran Penting bagi Pemimpin"

Pengantar: Artikel berikut tentang manajemen konflik. Ketika konflik terjadi baik terlihat atau terselubung, pemimpin harus mampu mendeteksi konflik itu. Manajemen konflik yang ditawarkan dalam artikel ini menggambarkan bagaimana seorang pemimpin mampu menangani masalah itu secara cerdas.
Oleh: Dr. Dwi Suryanto, Ph.D. www.pemimpin-unggul.com
Anda ada di mana ketika terjadi perak Teluk ke 2? Dengan radio satelit yang saya miliki, saya bisa “menikmati perang” secara live dari BBC, radio Inggris. Dengan penuh penantian saya menunggu sergapan tentara Irak terhadap tentara sekutu yang akan masuk ke Baghdad.
Menteri penerangan Irak, (dia sangat terkenal sampai ada web yang khusus memuat berita tentang dia), dengan berapi-api menjanjikan “neraka” jika pasukan Amerika dan Inggris masuk ke Baghdad. Saya sangat menunggu saat itu karena sebelumnya, penaklukan kota-kota di sekitar Baghdad termasuk sulit.
Wawancara BBC baik dengan pengamat perang, rakyat Irak, atau pejabat Amerika memang menjanjikan akan terjadi perang dramatis di Baghdad. Namun ternyata, tentara Amerika dan Inggris dengan mudah masuk ke kota itu, dan tidak ada perlawanan yang berarti. Walau, hingga saat ini tentara asing itu masih kerepotan menghadapi gerilyawan. Apakah ini yang dijanjikan dengan “neraka” tadi?
Bayangkan keadaan ini. Saya, yang jauhnya ribuan kilometer dari tempat perang, bisa mengikuti perang dari menit ke menit. Dengan didampingi oleh nyamikan ringan saya ikut “terlibat” dalam perkembangan perang. Jelas saya sangat aman, ketika mengikuti perang itu. Tapi, bagaimana keadaan para wartawan yang meliput perang? Bagaimana orang-orang BBC mengorganisasikan segala peralatan, dukungan, dan berlarian ke sana kemari untuk mengambil sudut liputan yang menarik? Meliput perang mengandung bahaya yang sangat besar, salah-salah bisa dianggap sebagai mata-mata dan ditangkap dan diinterogasi.







Bagaimana para wartawan BBC itu bisa melakukan tugasnya dengan penuh dedikasi, sementara Kanter (2003) dari Harvard Business School melaporkan adanya semangat kerja yang rendah pada karyawan BBC. Ketika Greg Dyke, sebagai dirut baru BBC masuk ke perusahaan itu, ia melihat perlunya memprioritaskan memperbaiki situasi moral di sana.
Persaingan yang menghadang BBC sangatlah ketat, sementara itu, birokrasi demikian kuat sehingga pengembang program siaran jarang bisa melihat karyanya bisa ditampilkan dalam siaran. Sinis dan skeptis terhadap perusahaan menjadi obrolan sehari-hari.
Langkah pertama yang ia lakukan adalah menghapus lapis manajemen yang begitu banyak. Ia ingin para pembuat program siaran harus bisa kontak langsung dengan eksekutif puncak. Penyiar dan produser diberi hak mengambil keputusan eksekutif. Ia juga rajin mengirim email pribadi kepada setiap orang.
Ia tekankan bagaimana pentingnya peran masing-masing karyawan terhadap kesuksesan BBC. Rapat-rapat makin sering dilakukan namun sangat tidak formal, semua orang diberi kebebasan mengemukakan pendapat. Ia juga mendorong ada kegiatan-kegiatan yang menyenangkan dengan tujuan agar masing-masing karyawan bisa mengenal karyawan satu dengan lainnya secara lebih mendalam. Orang akhirnya mulai berkomunikasi, dan semangat untuk bekerja sama makin meningkat.
Ia mengajukan proyek besar, “One BBC: Making It Happen.” Ia mendorong kolaborasi antar divisi, dan ia mengajak semua orang agar memberikan gagasan. Dalam waktu enam bulan ternyata telah masuk 2.000 gagasan segar melalui web site. Bayangkan, dua ribu gagasan baru, bukankah hal ini luar biasa?
BBC Wales mengalokasikan 100.000 Euro untuk membiayai gagasan-gagasan karyawan dapat terwujud. Segera saja timbul kolaborasi yang bagus yang akhirnya menelorkan inovasi yang sukses. Acara komedi The Office, dan Scottish Opera Soap langsung mendongkrak kinerja BBC.
Mengapa dirut BBC baru itu mampu membalikkan keadaan? Karena karyawan adalah makhluk kompleks. Mereka tidak cukup digaji besar saja. Ada riset yang menunjukkan bahwa efek dari kenaikan gaji ternyata hanya mampu menaikkan motivasi karyawan paling lama tiga bulan. Artinya, gaji bukanlah semata-mata yang mampu menaikkan semangat kerja karyawan.
Apa yang dilakukan oleh Greg Dyke di atas dengan menghapuskan birokrasi, ternyata membuat orang-orang bisa menyalurkan gagasan mereka lebih leluasa. Menyalurkan gagasan? Kenapa jika saluran gagasan disumbat bisa mengakibatkan kebekuan kreatifitas? Ya, soalnya manusia ingin dihargai. Karyanya dan sumbangsihnya ingin diakui oleh dunia. Siaran-siaran yang menarik ingin bisa didengar oleh siapa saja di seluruh dunia, termasuk oleh saya di Indonesia.
Mereka merasa ingin berbuat sesuatu untuk dunia ini. Berbuat untuk sesuatu yang lebih baik bagi dunia ini adalah motivasi yang luar biasa. Gaji besar, fasilitas mewah tidak mampu melawan “kenikmatan” memberi kontribusi kepada dunia ini. Bayangkan betapa nikmatnya ketika program-program yang disusun bisa diapresiasi oleh penduduk dunia?
Ketika dirutnya memberi kesempatan seluas-luasnya untuk berkreasi, seluruh karyawan BBC berlomba-lomba memberi gagasan. Ingat, ada 2000 gagasan baru dalam waktu 6 bulan, berarti 83 gagasan per minggu!









Apa yang dilakukan oleh Greg Dyke tadi adalah berupa kontrak psikologis. Ia seolah berkata secara psikologis, “Karyawan BBC, walau saya orang luar BBC, saya buka kesempatan kepada anda semua. Saya tahu anda semua orang-orang hebat. Saya ada di sini untuk memberi keleluasan kepada anda untuk berkreasi, mengemukakan gagasan, dan menjadi BBC menjadi perusahaan hebat. Mulailah sekarang…”

Oleh karyawan, sikap dirut ini diartikan sebagai kontrak psikologis dalam ujud mereka harus berkontribusi dan berkreasi. Kalau tidak, mereka akan malu kepada dirut yang sudah begitu membuka diri.
Kontrak psikologis inilah yang sering dijadikan senjata para pemimpin sukses. Karena anda sering ditolong oleh teman anda, apa yang terpikir oleh anda? Anda ingin membalas kebaikan itu bukan? Atau setidaknya, anda tidak ingin membuat teman anda itu susah bukan?
Jadi cara yang teruji agar perusahaan sukses adalah dengan membuat karyawannya puas. Membuat karyawan puas juga disuarakan dengan keras oleh Pat Driscoll, vice president of retailing dari perusahaan minyak, Shell. Ia mengatakan, “Kami mengukur benar-benar kepuasan pelanggan dan karyawan kami. Ada korelasi yang kuat antara kepuasan pelanggan dan
kepuasan karyawan. Dengan kata lain, karyawan puas, maka pelanggan akan puas.”
Itulah sekelumit kisah BBC. Jika anda ingin sukses sebagai pemimpin, jangan lupa memperhatikan mereka. Tanyakan apa saja mimpi-mimpi mereka, angan-angan mereka, dan apa harapan mereka terhadap perusahaan anda. Anda akan menemukan betapa seringkali impian mereka sangat sederhana. Begitu anda menangkap angan-angan mereka, cobalah untuk mewujudkan angan itu.
Mereka tidak akan menuntut yang berlebihan. Mereka kadang lebih tahu luar dalam perusahaan itu dibanding anda. Jadi jangan khawatir mereka menuntut berlebihan. Karena perusahaan anda sedang susah, percayalah mereka tidak akan menuntut kenaikan gaji. Yang sering terjadi, mereka ingin juga berbuat sesuatu untuk memperbaiki keadaan. Tugas anda hanyalah memudahkan mereka membuat perubahan dan perbaikan seperti dilakukan oleh dirut BBC tadi…
( Sumber Internet)

"Merenungi Makna Pengabdian"

(Pengantar: Artikel berikut tentang manajemen sumber daya manusia. Sumber daya manusia harus dikelola, termasuk dibangkitkan komitmen dan pengabdiannya)
Oleh: Dr. Dwi Suryanto, Ph.D. www.pemimpin-unggul.com
Tanpa sengaja saya menemukan buku lama milik saya yang berjudul “Setiap Jalan Bertaburan Emas” karangan Kim Woo Choo, pendiri perusahaan Korea, Daewoo.
Sungguh benar kata orang bijak, kalau ilmu makin kita dalami, selalu saja kita bisa menemukan sisi-sisi baru dari pemahaman kita.
Dulu buku itu saya baca tahun 1997, waktu itu gagasannya yang benar-benar masuk ke sanubari saya adalah “bahwa jika seorang muda sudah kehilangan mimpinya, maka tidak ada artinya dia jadi orang muda. Para pemimpi adalah pembentuk sejarah…”
Sekarang setelah saya baca (6 tahun kemudian), materi yang menyentuh pemikiran saya adalah bagaimana dia dengan tekun berjuang memajukan bangsa Korea.
Waktu itu Korea Selatan yang habis kalah perang, pendapatan per kapita sebesar 60 dolar Amerika. Sekarang sudah mencapai 5.000 US$ setahun tiap penduduk.
Dia bekerja dan bekerja terus. Dia menikmati bekerja, bukannya untuk menumpuk harta, tapi untuk kepentingan yang lebih besar, yaitu mengangkat bangsa Korea Selatan menjadi bangsa yang maju. Seperti kita tahu, Korea Selatan sekarang telah menjadi bangsa yang hebat yang sejajar dengan negara maju lainnya.
Satu hal yang menarik waktu dia mengatakan, “Waktu saya punya perusahaan yang pertama (pegawai hanya 5 orang), saya punya mimpi yang besarnya lebih besar dari alam semesta ini.”
Inilah kutipan yang sederhana namun maknanya dalam “…yang penting, curahkan dedikasi anda sepenuhnya pada apa pun yang sedang anda kerjakan. Anda jika anda bisa mendedikasikan diri untuk kepentingan masyarakat, itu sudah cukup (hal 10).”






Pengabdian kepada masyarakat…kalimat ini nampaknya mulai jarang kita dengar di masyarakat kita yang amat mendewakan harta benda. Dulu waktu kecil saya suka menonton Ketoprak (kesenian semacam drama bahasa Jawa yang berlatar belakang sejarah). Di situ sang raja yang ingin meminang gadis untuk dijadikan selir yang ke sekian puluh, selalu menawarkan kepada si gadis, “Ayolah Diajeng, jangan kamu cinta pada pemuda miskin itu. Walau ia ngganteng, tapi hidupnya susah. Mari kawin dengan aku, nanti aku beri raja brana (harta benda) yang banyak.”
Saya sangat membenci raja itu yang sudah beristri puluhan kok masih ingin meminang gadis. Dan begitu gadis itu menolak lamaran itu, saya bersorak…bagus, apa artinya raja brana…
Sekarang kondisinya lain. Raja Brana amat menyilaukan. Jika di jaman kerajaan hanya berupa emas, permata dan kuda pilihan, sekarang harta itu dalam ujud Merci seri S, BMW seri 7. Dan jika motor, ujudnya Harley Davidson seri Sporter 1.200 cc.
Sekarang ini sarana pemenuhan “nafsu ketamakan” amat beragam. Jika kita orangnya alim, merasa terpelajar, pasti tidak tergoyah jika hanya dihibur dengan hiburan malam dan aksesorisnya. Tapi begitu ditawari ke luar negeri seperti ke Paris atau Monaco untuk nonton balap Formula One dan menginap di hotel Du Paris, pasti kita segera berangkat.
Dengan godaan materialisme yang amat tinggi ini, tentu sangat logis jika kita semua sangat mendewakan materi untuk mendongkrak gengsi, martabat dan lambang sukses kita.
Karena kondisinya seperti itu, maka kita amat jarang mendengar orang yang berpikir untuk bangsa kita. Kita cukup dengan berdalih, “negara sudah ada yang memikir, mengapa repot…?”
Baiklah kalau kita bicara negara, biarlah orang lain yang memikir. Tapi kalau perusahaan tempat kita bekerja, siapa yang memikir? Direksi, GM, Manajer atau kita semua?
Saya memandang kita semualah yang ikut memikirkan kelangsungan hidup perusahaan kita. Tentu kita tidak bisa menghibur diri dengan mengatakan, “Nggak mungkinlah perusahaan kita bangkrut, wong, pasar kita begitu kokoh.” Tapi kita lupa betapa banyak perusahaan yang tadinya tangguh, kokoh, akhirnya bangkrut. Ingin contoh? PTDI, Bank-bank swasta seperti BHS Bank, Bank Duta, Sempati...Ketika sedang jaya-jayanya, hampir orang-orang pintar di negeri ini ingin bisa bekerja di perusahaan itu. Sekarang? Tinggal kenangan kelabu, termasuk istri saya yang juga dulu karyawan BHS Bank...
Mungkin kita bisa menghibur begini, “Biarin saja perusahaan ini bangkrut. Kalau benar bangkrut, toh aku dengan mudah bisa kerja di tempat lain…”
Jangan begitu…di luaran sana, mencari kerja tidaklah mudah. Ketika saya menjadi direktur di Jakarta dan perusahaan itu mengumumkan perekrutan tenaga marketing di Jawa Barat, berapa yang mendaftar? 600 orang, padahal hanya akan direkrut 2 orang. Ketika ingin merekrut tenaga kontrak pemasaran…Ingin tahu berapa yang mendaftar? Sangat banyak, termasuk dari India, dan banyak yang bergelar S-2.
Di dunia kerja swasta, menempa dan menggembleng diri terus menerus adalah norma yang wajar. Menambah kursus ketrampilan, kemahiran atau melanjutkan pendidikan lebih tinggi adalah “rule of the game” yang amat biasa mereka mainkan. Siapa yang tidak mengembangkan diri terus menerus, akan ketinggalan kereta...
Solusinya? Mari kita bergotong-royong ikut memajukan perusahaan yang kita cintai ini.






Konkritnya bagaimana? Ada konsep yang dinamakan dengan “Integrative thinking” di mana konsep itu berusaha mencari kaitan antara pekerjaan yang kita kerjakan, harus dicari kaitannya dengan upaya penaikan pendapatan atau penurunan biaya. Contoh, untuk pegawai di loket, sudah jelas mereka mencari uang.
Untuk pegawai di bidang kesehatan bagaimana kaitannya? Dengan integrative thinking, dibuat gambaran / grafik yang menggambarkan kaitan pekerjaan itu dengan pendapatan atau biaya. Misalnya, dengan pelayanan kesehatan yang prima dan ikhlas, mengakibatkan karyawan sehat walafiat dan mampu bekerja dengan giat. Bahkan bagian kesehatan itu mungkin melakukan riset sedikit sehingga mampu memberikan ramuan yang membuat karyawan tidak mengantuk atau menjadikan karyawan mampu bekerja keras dalam waktu yang lebih lama.

Jadi yang mestinya kita lakukan pada tempat kerja adalah mencari kaitan antara pekerjaan kita dengan keuntungan atau penghematan biaya. Jika ternyata pekerjaan kita tidak ada kaitannya…maka kita selama ini hanya makan gaji buta. Mengapa demikian? Ya karena perusahaan ada karena memang untuk mencari keuntungan. Jika tidak mencari keuntungan, maka namanya lembaga sosial dan integrative thinking tidak berlaku.
Mengapa harus melakukan integrative thinking? Karena itu untuk menyadarkan kita secara jelas apa sumbangsih kita kepada perusahaan. Sungguh sangat masygul kedengarannya ketika kita tidak mampu secara meyakinkan menerangkan kaitan pekerjaan kita dengan pendapatan atau pengurangan biaya.
Dari uraian di atas, maka sebaiknya kita melakukan dua hal: pertama, memikirkan kembali apa yang telah kita sumbangkan untuk perusahaan, dan kedua menggambar bagan integrative thinking dari pekerjaan kita.
( Sumber Internet)

Contoh Surat Perjanjian Kerja

Nomor : I. 018 /SPK/TCA-HRD/VIII/2007


Pada hari ini Jum’at tanggal 31 Agustus 2007 bertempat di Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 92-98 Jambi, telah dilakukan Perikatan Hubungan Kerja antara :

1. Nama : Sapangi
Alamat : Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 92-98 Jambi
Jabatan : Direktur HRD

Bertindak untuk dan atas nama PT. Tritama Cahaya Abadi, selaku Hotel Management Consultant disebut sebagai PIHAK PERTAMA.

2. Nama : Suis Iswandi
Tempat/ Tanggal Lahir : Tebing Tinggi, 28 Juli 1968
Alamat : Jalan Kramat Jati Rt.09/11 Jakarta Timur
Jenis Kelamin : Laki-laki

Bertindak untuk dan atas nama sendiri yang selanjutnya dalam perjanjian ini disebut sebagai PIHAK KEDUA.

Kedua belah pihak dengan ini sepakat untuk mengadakan Perjanjian Kerja pada PT. Tritama Cahaya Abadi dengan syarat-syarat sebagaimana tersebut dalam pasal-pasal berikut ini :

Pasal 1
Status, Jabatan dan Tugas

Terhitung mulai tanggal 1 September 2007, PIHAK PERTAMA memberi tugas, tanggung jawab dan wewenang kepada PIHAK KEDUA sesuai dengan Job Deskripsi terlampir diawali dengan :
- Status : Karyawan Kontrak
- Jabatan: Executive Assistant Manager


Pasal 2
Waktu Kontrak

1.PIHAK PERTAMA menetapkan batas waktu hubungan kerja sesuai dengan status PIHAK KEDUA selama 1 (satu) tahun terhitung mulai tanggal 1 September 2007 sampai dengan 31 Agustus 2008 .
2.PIHAK KEDUA bersedia ditempatkan dan dipindahkan diseluruh Properti Abadi Hotel.
3.Selama masa Kontrak Kerja berlangsung, PIHAK PERTAMA dapat memutuskan hubungan kerja dengan PIHAK KEDUA, apabila PIHAK KEDUA dinyatakan tidak memenuhi persyaratan perusahaan dan perusahaan hanya membayar upah terakhir berdasarkan jumlah hari kerja yang dijalankan.






Pasal 3
Hari dan Jam Kerja

1.PIHAK PERTAMA menetapkan hari kerja untuk PIHAK KEDUA adalah :6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
2.Dalam setiap hari ketentuan jam kerja yang berlaku bagi PIHAK KEDUA adalah 7 (tujuh) jam kerja dan 1 (satu) jam istirahat, dan untuk hari sabtu masuk jam 08.00- 13.00 WIB.
3.Apabila ada event/ acara berlangsung, yang memerlukan/ mengharuskan PIHAK KEDUA untuk bekerja diluar daripada jam kerja yang telah disepakati, maka PIHAK KEDUA wajib untuk datang.
4.Waktu libur/ off, disesuaikan dengan kondisi dan situasi di Abadi Hotel & Convention Center.

Pasal 4
Hak dan Kewajiban PIHAK KEDUA

1.PIHAK KEDUA wajib melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan oleh PIHAK PERTAMA kepadanya, sesuai dengan jabatannya.
2.Perincian tugas dan kewajiban PIHAK KEDUA akan diperjelas dan diuraikan dalam job description yang diberikan.
3.PIHAK KEDUA wajib mentaati segala ketentuan baik yang diatur dalam surat perjanjian ini, peraturan tata tertib karyawan maupun peraturan lain yang berlaku di Abadi Hotel & Convention Center Jambi.
4.PIHAK KEDUA bersedia untuk tidak melakukan hubungan kerja dengan pihak lain, selama perjanjian kerja ini berlangsung.
5.PIHAK KEDUA berhak mendapat cuti tahunan, sesuai dengan peraturan pemerintah atau atas persetujuan manajemen.

Pasal 5
Penghasilan dan Fasilitas

1. PIHAK PERTAMA memberikan imbalan berupa penghasilan gaji kepada PIHAK KEDUA menurut peraturan perusahaan yang berlaku dan berdasarkankesepakatan PIHAK KEDUA sebesar :
Gaji pokok : Rp.
Tunjangan Jabatan : Rp.
Total : Rp.
2.PIHAK PERTAMA memberikan fasilitas kesehatan (ASKES) kepada PIHAK KEDUA termasuk anggota keluarga.
3.PIHAK PERTAMA tidak memberikan uang insentif dan uang service.
4.PIHAK KEDUA mendapat fasilitas Jamsostek, dimana biayanya menjadi tanggung jawab perusahaan.
5.PIHAK PERTAMA memberikan fasilitas kamar dan selama bekerja di Abadi Hotel & Convention Center ( In House)
6.PIHAK PERTAMA tidak memberikan fasilatas transportasi dan fasilitas telepon , kecuali untuk kepentingan perusahaan.
7.PIHAK KEDUA mendapat fasilitas laundry.
8.PIHAK KEDUA mendapat fasilitas makan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan compliment drink setiap pagi dan siang hari ( kecuali minuman beralkohol). Apabila makan/ minum diluar ketentuan harus menandatangani Meals Check.
9.Tingkat Manajerial atau Supervisor tidak diberikan uang overtime apabila ada kelebihan waktu kerja.
10.Pajak penghasilan ( PPH pasal 21) PIHAK KEDUA menjadi tanggung jawab Perusahaan dan menyetor kepada kas Negara.
11.PIHAK PERTAMA hanya memberikan transportasi Jambi-Jakarta/ Jakarta-Jambi hanya pada saat mengawali dan mengakhiri kontrak kerja.
12.Cuti tahunan biaya transportasi ditanggung perusahaan. Apabila keluarga diikut sertakan dalam kedinasan maka perusahaan baru menanggung biaya transportasi ( Jambi-Jakarta-Jambi) untuk keluarga (1 istri dan 1 anak).

Pasal 6
Pemutusan Hubungan Kerja

1.PIHAK PERTAMA dapat menjatuhkan sanksi berupa Pemutusan Hubungan Kerja secara sepihak dan diikuti dengan pengaduan kepada pihak yang berwajib atau pembayaran kerugian oleh PIHAK KEDUA, apabila secara sah PIHAK KEDUA terbukti :
a.Menipu, mencuri dan menggelapkan barang atau uang milik perusahaan, teman sekerja dan tamu.
b.Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan atau kepentingan Negara.
c.Mabuk, minum-minum yang memabukan, madat, memakai obat bius, menyalah gunakan obat-obatan perangsang lainnya di tempat kerja, yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan.
d.Melakukan perbuatan asusila atau melakukan perjudian ditempat kerja.
e.Melakukan tindakan kejahatan misalnya menyerang, mengintimidasi, menipu pengusaha, teman sekerja dan atau tamu serta memperdagangkan barang terlarang, baik didalam maupun di luar lingkungan perusahaan.
f.Menganiaya, mengancam sacara fisik atau mental, menghina secara kasar pengusaha atau keluarga pengusaha atau teman sekerja atau tamu.
g.Membujuk pengusaha atau teman sekerja atau tamu untuk melakukan sesuatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau kesusilaan serta peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
h.Dengan ceroboh merusak, merugikan atau membiarkan barang milik pengusaha dalam keadaan bahaya.
i.Dengan ceroboh atau sengaja merusak, membiarkan diri atau teman sekerja atau tamu dalam keadaan bahaya.
j.Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan atau mencemarkan nama baik perusahaan dan keluarga pengusaha atau tamu yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan Negara.
k.Melakukan kesalahan yang bobotnya sama setelah mendaptkan peringatan terakhir yang masih berlaku.
l.Dalam waktu 5 (lima) hari berturut-turut tidak masuk kerja tanpa adanya alasan yang sah.
m.Melanggar hal-hal yang diatur dalam perjanjian kerja ini dan peraturan perusahaan.

2.Apabila PIHAK KEDUA memutuskan hubungan kerja dengan PIHAK PERTAMA sebelum berakhirnya masa kontrak, maka PIHAK KEDUA diwajibkan memberitahukan secara tertulis kepada PIHAK PERTAMA berkaitan dengan hal tersebut paling lama 1(satu) bulan sebelumnya.





Pasal 7
Penilaian, Evaluasi dan Mutasi

1.PIHAK PERTAMA berhak untuk melakukan penilaian atau evaluasi terhadap pelaksanaan tugas serta kemampuan kerja PIHAK KEDUA selama berlangsungnya masa kontrak sebagai bahan untuk menentukan :
a.Kemungkinan untuk perpanjangan kontrak.
b.Kemungkinan untuk berakhirnya masa kontrak tanpa perpanjangan.
c.Kemungkinan untuk memutuskan kontrak sebelum masa kontrak berakhir.
2.Dengan memperhatikan perkembangan usaha dan keputusan perusahaan, PIHAK KEDUA bersedia dimutasikan kebagian lain dalam lingkungan perusahaan dengan memperhatikan surat perjanjian kerja baru atau surat perjanjian kerja tambahan (addendum) dan keputusan tersebut sepenuhnya menjadi hak PIHAK PERTAMA.
3.Pemberitahuan hasil penilaian atau evaluasi dilakukan secara tertulis oleh PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sebelum berakhirnya masa kontrak.

Pasal 8
Masa Berlaku Perjanjian

1.Perjanjian ini mulai berlaku secara sah sejak disepakati dan ditanda tangani oleh kedua belah pihak.
2.Hal-hal yang belum diatur atau perubahan syarat-syarat dalam surat perjanjian kerja ini akan ditetapkan secara mufakat antar kedua belah pihak untuk kemudian dituangkan dalam suatu perjanjian kerja tambahan (addendum) yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari perjanjian ini.
3.Perjanjian ini tidak dapat ditarik/ dirubah kembali , kecuali atas kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan dan atau peraturan yang menyatakan untuk merubahnya.




Pasal 9
Peraturan Lainnya

1.Diluar jam kerja PIHAK KEDUA tidak dibenarkan berada dalam lingkungan kerja kecuali izin dari departemen head masing-masing atau untuk kepentingan perusahaan.
2.PIHAK KEDUA tidak diperbolehkan menerima tamu pada saat jam kerja kecuali hal yang sangat penting.
3.Apabila dalam masa kontrak PIHAK KEDUA melakukan pelanggaran diluar pasal 6 (enam) dan seperti yang telah diatur dalam Kesepakatan Kerja Bersama Perusahaan, maka PIHAK PERTAMA berhak memberikan surat peringatan.










Pasal 10
Ketentuan Penutup

1.Untuk perjanjian ini dan segala akibatnya, para pihak memilih domisili hukum yang tetap dan umum yang berada didaerah / provinsi PIHAK PERTAMA.
2.Surat perjanjian ini dibuat dan ditanda tangani oleh kedua belah pihak dalam keadaan sadar, sehat jasmani dan rohani serta tanpa adanya paksaan dari pihak manapun.


Jambi, 31 Agustus 2007
PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA






S A P A N G I Suis Iswandi
Direktur HRD Executive Assistant Manager




Cc : 1. Dirut PT. Tritama Cahaya Abadi
2. Dir. Operasional PT. Tritama Cahaya Abadi
3. Dir. Komunikasi & Pengembangan Usaha PT. Tritama Cahaya Abadi
4. Pertinggal

Analisis Kebutuhan Pelatihan

Oleh: Johanes Papu
Team e-psikologi

Jakarta, 12 November 2002

Pertanyaan-pertanyaan yang biasanya kami ajukan kepada pihak perusahaan (manajemen) atau calon klien kami ketika diminta untuk menyusun suatu program pelatihan bagi mereka adalah: mengapa pihak perusahaan merasa bahwa pelatihan merupakan jalan keluar dari persoalan yang sedang dihadapi? Bagaimana pelatihan bisa memberikan kontribusi terhadap rencana strategic perusahaan? Siapa saja yang menjadi target pelatihan? Pelatihan apa saja yang pernah dilakukan dan apa hasilnya? Dan masih ada beberapa pertanyaan lain.

Apa yang ingin diketahui dari beberapa pertanyaan seperti tersebut diatas sebenarnya amat sederhana, yaitu ingin mengetahui sejauhmana perusahaan telah melakukan analisis kebutuhan pelatihan. Hal ini begitu penting untuk diketahui sebab tanpa analisis kebutuhan yang sungguh-sungguh maka dapat dipastikan bahwa program pelatihan yang dirancang hanya akan berlangsung sukses di ruang kelas atau tempat pelaksanaan pelatihan semata. Artinya pelaksanaan pelatihan mungkin berjalan dengan sangat baik, tetapi pada saat partisipan (peserta pelatihan) kembali ke tempat kerja masing-masing mereka menjadi tidak tahu atau bingung bagaimana menerapkan apa yang telah mereka pelajari dari pelatihan. Kondisi seperti ini tidak jarang memberikan citra yang negatif bagi pihak penyelenggara pelatihan (HRD Internal atau pun HR Consultant dari luar perusahaan) karena dinilai tidak dapat memberikan kontribusi yang signifikan kepada partisipan. Oleh karena itu, perusahaan konsultan yang sungguh-sungguh peduli terhadap hasil pelatihan pasti akan sangat berhati-hati jika diminta untuk menyusun program pelatihan. Inilah salah satu penyebab mengapa banyak perusahaan konsultan SDM tidak memiliki program pelatihan yang bersifat generic (berlaku umum).
Meskipun harus diakui bahwa kegagalan partisipan untuk dapat menerapkan apa yang telah dipelajarinya selama pelatihan ke dalam pekerjaan sehari-hari dipengaruhi oleh berbagai faktor, namun tak bisa dipungkiri bahwa salah satu penyebab kegagalan tersebut adalah karena tidak adanya sinkronisasi antara pelatihan dengan kebutuhan atau masalah yang dihadapi. Dengan kata lain keputusan untuk melaksanakan pelatihan tidak didukung oleh data atau informasi yang memadai dan akurat. Data atau informasi tersebut misalnya mengapa perusahaan perlu mengadakan pelatihan, apa jenis pelatihan dan metode yang cocok, siapa peserta yang harus ikut, hal-hal apa yang harus diajarkan, dan sebagainya. Data dan informasi seperti inilah yang harus diperoleh pada tahap analisis kebutuhan pelatihan (training needs analysis).
Definisi

Secara umum analisis kebutuhan pelatihan didefinisikan sebagai suatu proses pengumpulan dan analisis data dalam rangka mengidentifikasi bidang-bidang atau faktor-faktor apa saja yang ada di dalam perusahaan yang perlu ditingkatkan atau diperbaiki agar kinerja pegawai dan produktivitas perusahaan menjadi meningkat. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memperoleh data akurat tentang apakah ada kebutuhan untuk menyelenggarakan pelatihan.
Mengingat bahwa pelatihan pada dasarnya diselenggarakan sebagai sarana untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi gap (kesenjangan) antara kinerja yang ada saat ini dengan kinerja standard atau yang diharapkan untuk dilakukan oleh si pegawai, maka dalam hal ini analisis kebutuhan pelatihan merupakan alat untuk mengidentifikasi gap-gap yang ada tersebut dan melakukan analisis apakah gap-gap tersebut dapat dikurangi atau dihilangkan melalui suatu pelatihan. Selain itu dengan analisis kebutuhan pelatihan maka pihak penyelenggara pelatihan (HRD atau Divisi Training) dapat memperkirakan manfaat-manfaat apa saja yang bisa didapatkan dari suatu pelatihan, baik bagi partisipan sebagai individu maupun bagi perusahaan.
Jika ditelaah secara lebih lanjut, maka analisis kebutuhan pelatihan memiliki beberapa tujuan, diantaranya adalah:
•memastikan bahwa pelatihan memang merupakan salah satu solusi untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja pegawai dan produktivitas perusahaan
•memastikan bahwa para partisipan yang mengikuti pelatihan benar-benar orang-orang yang tepat
•memastikan bahwa pengetahuan dan ketrampilan yang diajarkan selama pelatihan benar-benar sesuai dengan elemen-elemen kerja yang dituntut dalam suatu jabatan tertentu
•mengidentifikasi bahwa jenis pelatihan dan metode yang dipilih sesuai dengan tema atau materi pelatihan
•memastikan bahwa penurunan kinerja atau pun masalah yang ada adalah disebabkan karena kurangnya pengetahuan, ketrampilan dan sikap-sikap kerja; bukan oleh alasan-alasan lain yang tidak bisa diselesaikan melalui pelatihan
•memperhitungkan untung-ruginya melaksanakan pelatihan mengingat bahwa sebuah pelatihan pasti membutuhkan sejumlah dana.

Beberapa Faktor

Mengingat bahwa data dan informasi yang harus dikumpulkan dan dianalisis menyangkut manusia (adanya gap antara pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang ada dengan yang diharapkan) dan organisasi/perusahaan (rencana dan tujuan perusahaan, SAP, manfaat pelatihan, dsb) maka analisis kebutuhan pelatihan seyogyanya mencakup kedua area tersebut. Oleh karena itu data yang harus dikumpulkan mencakup beberapa faktor sebagai berikut:

Alasan

Perusahaan adalah suatu sistem. Artinya di dalam perusahaan terdapat beberapa divisi atau bagian yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Dengan adanya berbagai divisi tersebut maka kebutuhan akan pelatihan dapat berbeda-beda antara divisi yang satu dengan yang lain. Oleh karena itu, pada tahapan ini perancang program pelatihan (baca: Training Manager/Officer yang mewakili HRD atau Divisi Training) dituntut untuk benar-benar jeli dalam melihat kebutuhan yang ada. Ia harus meluangkan banyak waktu untuk mendengarkan pendapat dari berbagai pihak, mengetahui dengan pasti siapa yang berwenang memutuskan adanya pelatihan, dan apa kaitan pelatihan yang akan dirancang dengan rencana strategic perusahaan.
Dalam banyak kasus kebutuhan pelatihan mungkin diajukan atau diminta oleh manager atau supervisor dari divisi tertentu yang ada dalam perusahaan. Selain itu ada juga pelatihan yang bersifat menyeluruh, dalam arti bahwa pelatihan tersebut merupakan suatu policy dari pihak manajemen untuk mensosialisasikan visi, misi, dan tujuan perusahaan, termasuk rencana strategic yang akan dijalankan. Meski kedua hal tersebut sebenarnya telah mengindikasikan adanya kebutuhan pelatihan, namun perancang pelatihan harus dapat menggali lebih dalam lagi sejauhmana kebutuhan tersebut dapat direalisasikan. Ia harus bisa menggali informasi-informasi seperti: apakah program pelatihan serupa pernah dilaksanakan dan apa hasilnya? Apakah pelatihan tersebut benar-benar akan bermanfaat bagi divisi tertentu dan secara langsung ataupun tidak langsung akan memberikan dampak positif bagi kinerja semua divisi yang ada dalam perusahaan? Kondisi atau situasi seperti apa sebenarnya yang mendorong dilakukannya pelatihan tersebut? Lalu apa sebenarnya yang diharapkan dari pelatihan tersebut?

Peserta

Satu hal yang sangat krusial dalam suatu pelatihan adalah menentukan siapa yang menjadi peserta pelatihan tersebut. Peserta yang dimaksudkan dalam konteks ini adalah mencakup partisipan dan juga trainer/facilitator dari pelatihan tersebut. Mengapa hal ini dikategorikan sebagai hal yang krusial tidak lain adalah karena peserta akan sangat menentukan format pelatihan. Selain itu para partisipan adalah individu-individu yang akan membawa apa yang diperoleh dalam pelatihan ke dalam pekerjaan mereka sehari-hari sehingga akan memiliki dampak pada perusahaan. Dengan mengetahui peserta pelatihan perancang program pelatihan dapat menentukan format yang tepat; apakah akan menggunakan format ruang kelas (classroom setting), belajar sendiri (self-study or self-journey), belajar dari pengalaman (experiential learning or learning by doing), atau menggunakan beberapa format sekaligus.
Selain itu, dengan mengetahui siapa peserta pelatihan maka perancang program pelatihan akan dapat menggali lebih jauh berbagai informasi seperti:
•apa saja persyaratan minimal (pendidikan, pengalaman dan ketrampilan) yang harus dipenuhi oleh partisipan untuk dapat mengikuti pelatihan?
•apa dasar-dasar pengetahuan dan ketrampilan yang telah dimiliki partisipan, termasuk pelatihan apa saja yang pernah diikuti sebelumnya?
•apa saja persyaratan yang harus dipenuhi oleh trainer/facilitator untuk dapat menyelenggarkan pelatihan? apakah akan menggunakan trainer dari dalam perusahaan atau menggunakan trainer dari luar?
•bagaimana data demography para partisipan?

Pekerjaan

Data atau informasi yang berhubungan dengan aspek pekerjaan yang harus dikumpulkan dan dianalisis mencakup hal-hal seperti: jenis pekerjaan (jabatan) apa yang sedang di review dan apa fungsi utama pekerjan (jabatan) tersebut, apa saja kompetensi yang dibutuhkan untuk dapat melaksanakan pekerjaan secara optimal, apa standard kinerja yang harus dipenuhi oleh pegawai, apakah pegawai sudah memenuhi standard kinerja yang diharapkan, dsb. Pada intinya analisis kebutuhan pelatihan yang mencakup aspek pekerjaan bertujuan mengumpulkan informasi seputar fungsi dan tanggung jawab jabatan, tingkat kinerja yang diharapkan, dan kemampuan serta ketrampilan apa saja yang harus dimiliki oleh individu atau kelompok (divisi) untuk dapat memenuhi standard kinerja yang diharapkan. Bagi perusahaan-perusahaan yang telah memiliki uraian jabatan mungkin akan lebih mudah bagi si perancang program untuk memperoleh data. Namun bagi perusahaan yang belum memiliki uraian jabatan maka si perancang program akan membutuhkan banyak waktu untuk melakukan analisis jabatan.

Materi
Bagi perusahaan-perusahaan yang sudah terbiasa melakukan pelatihan, materi pelatihan mungkin sudah tersedia untuk berbagai jabatan. Meski demikian hal ini tidaklah berarti bahwa materi tersebut selalu cocok untuk setiap peserta dan setiap situasi. Materi pelatihan yang baik harus selalu diperbaharui sesuai dengan kondisi yang ada supaya isi (content) dari pelatihan benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan si partisipan. Hal yang mendasar untuk diketahui dalam menentukan materi yang akan dirancang dalam sebuah program pelatihan adalah apakah materi yang akan diberikan merupakan suatu hal yang bersifat essential atau tidak. Jika ya, maka materi tersebut harus dimasukkan dalam pelatihan. Jika hal ini sudah ditentukan, maka selanjutnya baru dipilih topik-topik penting yang perlu diajarkan dalam pelatihan, bagaimana mengajarkannya dan hal-hal apa saja yang perlu dijelaskan lebih lanjut supaya lebih memudahkan partisipan dalam memahami materi tersebut.

Dukungan

Mengingat bahwa hal-hal yang mempengaruhi kinerja pegawai maupun perusahaan secara keseluruhan tidak hanya ditentukan oleh pelatihan, maka si perancang pelatihan harus benar-benar dapat memastikan bahwa ia mendapatkan dukungan dari berbagai pihak di dalam perusahaan. Dukungan tersebut adalah berupa komitmen dari para manager atau supervisor untuk menciptakan suasana yang kondusif bagi para partisipan untuk dapat menerapkan apa yang telah mereka pelajari dalam pelatihan. Suasana kondusif tersebut misalnya: menempatkan pegawai pada jabatan yang sesuai dengan kompetensinya, memberikan feedback tentang kinerja pegawai secara periodik, mendengarkan keluhan dan masalah yang dihadapi pegawai dalam menerapkan apa yang telah dipelajari, memberikan reward atau recognition bagi pegawai yang berhasil memenuhi standard kinerja yang diharapkan, menegur atau memberikan sanksi kepada pegawai yang tidak menunjukkan kinerja yang optimal, dsb.
Komitmen tersebut amat penting diperoleh mengingat bahwa pelatihan bukanlah sarana yang tepat untuk mengendalikan hal-hal yang tidak memiliki hubungan dengan pengetahuan dan ketrampilan. Dengan perkataan lain pelatihan hanyalah merupakan sarana yang berguna untuk menghilangkan atau mengurangi adanya kesenjangan antara pengetahuan dan ketrampilan yang ada dengan yang diharapkan. Pelatihan tidak bisa dengan mudah dianggap sebagai sarana untuk mengurangi tingkat ketidakhadiran pegawai, mengatasi PHk atau perampingan perusahaan, meningkatkan gaji dan menciptakan motivasi kerja pegawai di lapangan. Pelatihan juga tidak akan serta merta melahirkan standard kinerja yang diharapkan jika di tempat kerja sehari-hari tidak ada kriteria penilaian tentang standard kinerja tersebut. Selain itu pelatihan tidak bisa menggantikan peran manager ataupun supervisor dalam memberikan feedback kepada bawahannya. Oleh karena itu, dalam analisis kebutuhan pelatihan si perancang program harus dapat memastikan bahwa pelatihan tidak akan disalahgunakan oleh pihak manajemen atau pun para manager/supervisor untuk melepaskan tanggungjawab atas ketidakberhasilan mereka dalam mengatasi permasalahan yang ada. Sebaliknya pelatihan harus dipandang sebagai sarana pendukung bagi keberhasilan pihak manajemen atau para manager/supervisor dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab mereka. Tanpa adanya komitmen yang sungguh-sungguh dari pihak manajemen atau para manager/supervisor maka dapat dipastikan bahwa pelatihan hanya akan berjalan sukses di ruang kelas atau tempat pelaksanaan pelatihan saja.

Biaya

Sekecil apapun kegiatan pelatihan pasti membutuhkan dana. Oleh karena itu amat penting untuk menghitung untung rugi dari pelaksanaan suatu pelatihan. Dalam hal ini si perancang program pelatihan harus mengumpulkan berbagai informasi yang menyangkut hal-hal seperti: biaya apa saja yang harus dikeluarkan untuk partisipan maupun trainer, apa keuntungan yang akan diperoleh dari pelatihan tersebut dan berapa lama hal itu bisa dicapai, apakah biaya pelatihan masih sesuai dengan budget yang ada, dsb. Salah satu cara yang cukup populer untuk menghitung untung rugi suatu pelatihan adalah dengan mengukur ROI.

Memilih Metode

Sebelum menentukan metode yang akan digunakan dalam pengumpulan data, maka perlu dipikirkan sumber-sumber data yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan pelatihan. Sumber-sumber data tersebut diantaranya adalah:
•Riset atau survey (critical incidents research, working climate survey, customer service survey, dsb)
•Penilaian kinerja (performance appraisal)
•Perencanaan karir pegawai
•Perubahan prosedur kerja dan perkembangan teknologi
•Perencanaan SDM
Jika faktor-faktor yang akan dianalisis sudah diketahui dan sumber-sumber data dapat ditentukan maka perancang program pelatihan dapat memilih beberapa metode pengumpulan data sebagai berikut:

1.Kuestioner
2.Obervasi
3.Wawancara
4.Focus group
5.Regular meeting
6.Mempelajari data perusahaan
7.Mempelajari uraian jabatan
8.Membentuk kelompok pakar/penasehat

Dengan memperhatikan hal-hal yang telah saya uraikan diatas, besar harapan saya bahwa program pelatihan yang akan anda susun dapat berlangsung sukses baik dalam pelaksanaannya maupun pada saat para partisipan kembali ke tempat kerja untuk menerapkan pengetahuan dan ketrampilan yang di peroleh ke dalam pekerjaan mereka sehari-hari. Meskipun mungkin tidak semua faktor diatas harus dianalisis (ada pelatihan tertentu yang tidak perlu menganalisis semua faktor), namun semakin banyak data dan informasi yang bisa dikumpulkan dalam analisis kebutuhan pelatihan maka akan semakin mudah bagi si perancang program pelatihan untuk menggambarkan persyaratan-peryaratan yang diinginkan oleh perusahaan, kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki pegawai, kesenjangan antara pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang ada dengan yang diharapkan dan bagaimana cara terbaik untuk menghilangkan kesenjangan tersebut. Dengan melakukan analisis kebutuhan pelatihan secara sungguh-sungguh maka niscaya program pelatihan yang dirancang akan dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif. Selamat mencoba. Semoga berguna untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan para pekerja kita. (jp)
( Sumber Internet)