Selasa, 17 Februari 2009

Manajemen Konflik - "Kontrak Psikologis, Pelajaran Penting bagi Pemimpin"

Pengantar: Artikel berikut tentang manajemen konflik. Ketika konflik terjadi baik terlihat atau terselubung, pemimpin harus mampu mendeteksi konflik itu. Manajemen konflik yang ditawarkan dalam artikel ini menggambarkan bagaimana seorang pemimpin mampu menangani masalah itu secara cerdas.
Oleh: Dr. Dwi Suryanto, Ph.D. www.pemimpin-unggul.com
Anda ada di mana ketika terjadi perak Teluk ke 2? Dengan radio satelit yang saya miliki, saya bisa “menikmati perang” secara live dari BBC, radio Inggris. Dengan penuh penantian saya menunggu sergapan tentara Irak terhadap tentara sekutu yang akan masuk ke Baghdad.
Menteri penerangan Irak, (dia sangat terkenal sampai ada web yang khusus memuat berita tentang dia), dengan berapi-api menjanjikan “neraka” jika pasukan Amerika dan Inggris masuk ke Baghdad. Saya sangat menunggu saat itu karena sebelumnya, penaklukan kota-kota di sekitar Baghdad termasuk sulit.
Wawancara BBC baik dengan pengamat perang, rakyat Irak, atau pejabat Amerika memang menjanjikan akan terjadi perang dramatis di Baghdad. Namun ternyata, tentara Amerika dan Inggris dengan mudah masuk ke kota itu, dan tidak ada perlawanan yang berarti. Walau, hingga saat ini tentara asing itu masih kerepotan menghadapi gerilyawan. Apakah ini yang dijanjikan dengan “neraka” tadi?
Bayangkan keadaan ini. Saya, yang jauhnya ribuan kilometer dari tempat perang, bisa mengikuti perang dari menit ke menit. Dengan didampingi oleh nyamikan ringan saya ikut “terlibat” dalam perkembangan perang. Jelas saya sangat aman, ketika mengikuti perang itu. Tapi, bagaimana keadaan para wartawan yang meliput perang? Bagaimana orang-orang BBC mengorganisasikan segala peralatan, dukungan, dan berlarian ke sana kemari untuk mengambil sudut liputan yang menarik? Meliput perang mengandung bahaya yang sangat besar, salah-salah bisa dianggap sebagai mata-mata dan ditangkap dan diinterogasi.







Bagaimana para wartawan BBC itu bisa melakukan tugasnya dengan penuh dedikasi, sementara Kanter (2003) dari Harvard Business School melaporkan adanya semangat kerja yang rendah pada karyawan BBC. Ketika Greg Dyke, sebagai dirut baru BBC masuk ke perusahaan itu, ia melihat perlunya memprioritaskan memperbaiki situasi moral di sana.
Persaingan yang menghadang BBC sangatlah ketat, sementara itu, birokrasi demikian kuat sehingga pengembang program siaran jarang bisa melihat karyanya bisa ditampilkan dalam siaran. Sinis dan skeptis terhadap perusahaan menjadi obrolan sehari-hari.
Langkah pertama yang ia lakukan adalah menghapus lapis manajemen yang begitu banyak. Ia ingin para pembuat program siaran harus bisa kontak langsung dengan eksekutif puncak. Penyiar dan produser diberi hak mengambil keputusan eksekutif. Ia juga rajin mengirim email pribadi kepada setiap orang.
Ia tekankan bagaimana pentingnya peran masing-masing karyawan terhadap kesuksesan BBC. Rapat-rapat makin sering dilakukan namun sangat tidak formal, semua orang diberi kebebasan mengemukakan pendapat. Ia juga mendorong ada kegiatan-kegiatan yang menyenangkan dengan tujuan agar masing-masing karyawan bisa mengenal karyawan satu dengan lainnya secara lebih mendalam. Orang akhirnya mulai berkomunikasi, dan semangat untuk bekerja sama makin meningkat.
Ia mengajukan proyek besar, “One BBC: Making It Happen.” Ia mendorong kolaborasi antar divisi, dan ia mengajak semua orang agar memberikan gagasan. Dalam waktu enam bulan ternyata telah masuk 2.000 gagasan segar melalui web site. Bayangkan, dua ribu gagasan baru, bukankah hal ini luar biasa?
BBC Wales mengalokasikan 100.000 Euro untuk membiayai gagasan-gagasan karyawan dapat terwujud. Segera saja timbul kolaborasi yang bagus yang akhirnya menelorkan inovasi yang sukses. Acara komedi The Office, dan Scottish Opera Soap langsung mendongkrak kinerja BBC.
Mengapa dirut BBC baru itu mampu membalikkan keadaan? Karena karyawan adalah makhluk kompleks. Mereka tidak cukup digaji besar saja. Ada riset yang menunjukkan bahwa efek dari kenaikan gaji ternyata hanya mampu menaikkan motivasi karyawan paling lama tiga bulan. Artinya, gaji bukanlah semata-mata yang mampu menaikkan semangat kerja karyawan.
Apa yang dilakukan oleh Greg Dyke di atas dengan menghapuskan birokrasi, ternyata membuat orang-orang bisa menyalurkan gagasan mereka lebih leluasa. Menyalurkan gagasan? Kenapa jika saluran gagasan disumbat bisa mengakibatkan kebekuan kreatifitas? Ya, soalnya manusia ingin dihargai. Karyanya dan sumbangsihnya ingin diakui oleh dunia. Siaran-siaran yang menarik ingin bisa didengar oleh siapa saja di seluruh dunia, termasuk oleh saya di Indonesia.
Mereka merasa ingin berbuat sesuatu untuk dunia ini. Berbuat untuk sesuatu yang lebih baik bagi dunia ini adalah motivasi yang luar biasa. Gaji besar, fasilitas mewah tidak mampu melawan “kenikmatan” memberi kontribusi kepada dunia ini. Bayangkan betapa nikmatnya ketika program-program yang disusun bisa diapresiasi oleh penduduk dunia?
Ketika dirutnya memberi kesempatan seluas-luasnya untuk berkreasi, seluruh karyawan BBC berlomba-lomba memberi gagasan. Ingat, ada 2000 gagasan baru dalam waktu 6 bulan, berarti 83 gagasan per minggu!









Apa yang dilakukan oleh Greg Dyke tadi adalah berupa kontrak psikologis. Ia seolah berkata secara psikologis, “Karyawan BBC, walau saya orang luar BBC, saya buka kesempatan kepada anda semua. Saya tahu anda semua orang-orang hebat. Saya ada di sini untuk memberi keleluasan kepada anda untuk berkreasi, mengemukakan gagasan, dan menjadi BBC menjadi perusahaan hebat. Mulailah sekarang…”

Oleh karyawan, sikap dirut ini diartikan sebagai kontrak psikologis dalam ujud mereka harus berkontribusi dan berkreasi. Kalau tidak, mereka akan malu kepada dirut yang sudah begitu membuka diri.
Kontrak psikologis inilah yang sering dijadikan senjata para pemimpin sukses. Karena anda sering ditolong oleh teman anda, apa yang terpikir oleh anda? Anda ingin membalas kebaikan itu bukan? Atau setidaknya, anda tidak ingin membuat teman anda itu susah bukan?
Jadi cara yang teruji agar perusahaan sukses adalah dengan membuat karyawannya puas. Membuat karyawan puas juga disuarakan dengan keras oleh Pat Driscoll, vice president of retailing dari perusahaan minyak, Shell. Ia mengatakan, “Kami mengukur benar-benar kepuasan pelanggan dan karyawan kami. Ada korelasi yang kuat antara kepuasan pelanggan dan
kepuasan karyawan. Dengan kata lain, karyawan puas, maka pelanggan akan puas.”
Itulah sekelumit kisah BBC. Jika anda ingin sukses sebagai pemimpin, jangan lupa memperhatikan mereka. Tanyakan apa saja mimpi-mimpi mereka, angan-angan mereka, dan apa harapan mereka terhadap perusahaan anda. Anda akan menemukan betapa seringkali impian mereka sangat sederhana. Begitu anda menangkap angan-angan mereka, cobalah untuk mewujudkan angan itu.
Mereka tidak akan menuntut yang berlebihan. Mereka kadang lebih tahu luar dalam perusahaan itu dibanding anda. Jadi jangan khawatir mereka menuntut berlebihan. Karena perusahaan anda sedang susah, percayalah mereka tidak akan menuntut kenaikan gaji. Yang sering terjadi, mereka ingin juga berbuat sesuatu untuk memperbaiki keadaan. Tugas anda hanyalah memudahkan mereka membuat perubahan dan perbaikan seperti dilakukan oleh dirut BBC tadi…
( Sumber Internet)

Tidak ada komentar: